Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan mengatakan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia kian mengkhawatirkan, dirinya mengaku prihatin terhadap fenomena intoleransi dan radikalisme belakangan ini, pasalnya korbannya kini sudah menyasar kelompok keagamaaan yang selama ini dianggap moderat dan nasionalisme yaitu NU dan Muhamadiyah.
Sebagai orang yang pernah terlibat langsung di NII, Ken tidak menyalahkan sepenuhnya para korban gerakan radikal, mereka adalah korban dari belajar dengan guru yang salah, seperti dirinya dulu, menganggap belajar alquran tapi ternyata tafsirnya sesat dan menyesatkan, apalagi saat ini banyak yang hanya belajar lewat internet dan tanpa saring, makanya wajar bila anak muda dapat terpengaruh paham radikalisme.
Menurut Ken Setiawan, paham radikalisme menyasar kaum muda karena anak-anak muda memiliki semangat yang tinggi dibanding rasio atau pikirannya (logika) sehingga mudah disusupi dan terkontaminasi oleh paham radikalisme. “Inilah yang membedakan anak-anak muda dengan orangtua. Paham radikalisme ini sangat berbahaya,” katanya.
Ken menambahkan anak-anak muda lebih mudah dipengaruhi paham radikalisme, walaupun bagi ulama NU dan Muhammadiyah sudah yakin pemuda mereka tidak mempan lagi disusupi paham radikalisme karena diangap sudah menguasai ilmu agama secara menyeluruh, tapi faktanya banyak anak mudanya yang terpapar radikalisme.
Anak-anak muda banyak belajar radikalisme dari internet dan media sosial, group group medsos seeprti group whtasapp dan facebook, dan radikalisme sebenarnya adalah mencuci otak. Itu sebabnya radikalisme bisa masuk ke sekolah dan kampus-kampus karena anak muda memiliki semangat yang besar dibanding rationya atau logikanya,” jelas Ken.
Ken mengharapkan orang tua agar aktif mengawasi dan memontor kegiatan putra putrinya, apalagi saat pandemi corona ini semua menggunakan media online, jangan sampai ikut ikutan pengajian yang radikal.
NII Crisis Center mengaku mendapatkan banyak laporan dari masyarakat, termasuk pemuda NU dan Muhamadiyah, iya ada beberapa pemuda NU yang terpapar NII, juga termasuk pemuda Muhamadiyah.
Bahkan ada pemuda Muhamadiyah yang kuliah di kampus IPB yang Drop Out dari kampus karena terpapar, bahkan sudah membuat surat wasiat untuk berjihad, padahal orang tuanya adalah merupakan pengurus organisasi Muhamadiyah.
Ken mengimbau agar semua pihak menyikapi serius perkembangan paham radikalisme di tanah air, terutama karena ancamannya yang bersifat laten.
Jangan pernah merasa aman, sebab kelompok radikal itu berproses dari satu titik ke titik lainnya, mereka selalu belajar dari kesalahan dan kegagalan, seperti diam-diam belajar merakit bom. Ujar Ken.
Menurut Ken, Indonesia didirikan para pendiri bangsa di atas kebhinekaan, baik suku, agama, budaya, tradisi maupun adat istiadat. Oleh karena itu kebhinekaan merupakan suatu keniscayaan bagi bangsa ini.
Untuk menjaganya segenap elemen dan komponen bangsa wajib bergandengan tangan menciptakan suasana kondusif dan menyemai rasa damai serta kasih sayang terhadap sesama, menjaga kebhinekaan wajib menjalin sinergitas dengan segenap elemen dan komponen bangsa, terlebih bagi muslim di Indonesia,” imbuhnya.
Ken menyadari saat ini Pancasila yang sakti sedang sakit, karena dikepung oleh intoleransi dan radikalisme, bahkan kini banyak organisasi sosial anti Pancasila bebas bergerak dimasyarakat, termasuk organisasi politik seperti PKS juga tidak menggunakan asas Pancasila dan AD ARTnya, mereka bebas bergerak atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Bila kita biarkan fenomena ini, tidak mustahil bila kelompok radikalisme atas nama agama menang, maka Pancasila akan ditiadakan dan Indonesia bisa jadi akan seperti Libya atau Suriah yang dulu adalah negara makmur dan damai kini hancur. Tutup Ken.
Hotline NII Crisis Center
WhatsApp 08985151228